KEKARAENGAN Balocci dikepalai oleh seorang Karaeng, didampingi oleh 9 Kepala Kampung, 5 diantaranya bergelar Karaeng, seorang bergelar Sullewatang dan 3 orang bergelar Gallarang (Benny Syamsuddin, Bulletin KKSS : 1989). Kesembilan kampung dalam wilayah kekaraengan Balocci tersebut ialah Balocci, Padang Tangngaraja, Padang Tangngalau, Bulu – bulu, Birao, Bantimurung, Malaka, Lanne dan Tondongkura. (Makkulau, 2005). Awalnya Lanne dan Tondongkura mengakui kekuasaan Karaeng Labakkang, kemudian kekuasaan Gowa dan Bone. Kedua kampung itu merupakan sebuah persekutuan hukum tersendiri dan mempunyai arajang yang terdiri dari selembar bendera yang dinamai “BolongngE”. (Benny Syamsuddin, Bulletin KKSS : 1989).
Kampung Lanne dan Tondongkura itu merupakan sebuah persekutuan hukum tersendiri. Ketika Labakkang mengakui kekuassan Kerajaan Gowa, Lanne dan Tondongkura menggabungkan diri dalam kekuasaan Kerajaan Bone. Arajangnya terdiri dari selembar bendera dan sebilah kelewang, baru sewaktu ada Controleur ditempatkan di Camba [1], yaitu pada tahun 1862, Lanne dan Tondongkura dimasukkan ke dalam kekuasaan Kekaraengan Balocci. Sementara Kampung Bantimurung dan Malaka didirikan oleh anggota keluarga dari Karaeng Balocci. Yang merupakan Hadat Balocci adalah Galla’ Bulu – Bulu, Galla Padangtangaraja dan Galla Balocci. Arajang dari Balocci terdiri dari selembar petaka merah yang dinamai “Calla’ka” yang berasal dari Gowa. Demikian Notitie Goedhart dan Abdur Razak Dg Patunru mencatatnya. (Benny Syamsuddin, Bulletin KKSS : 1989 dalam Makkulau, 2005).
Sampai penulisan buku ini dalam tahap penyelesaian, tidak didapatkan keterangan atau sumber informasi yang dapat menuturkan perjalanan sejarah kekaraengan Balocci ini, paling tidak mulai dari Karaeng Balocci I sampai Karaeng Balocci VI. Menurut H Andi Muin Dg Mangati, sebelum Karaeng Tinggia (Karaeng Balocci IX) memerintah, yang masih sempat dikenal ialah Karaeng Ammoterang Dg Pabali (Karaeng Balocci VII) dan Daeng Pabeta (Karaeng Balocci VIII). Karaeng Balocci sebelum ketiga karaeng ini sudah tidak terlacak nama, pemerintahan dan tempat wafatnya. Karaeng Ammoterang Dg Pabali dikenal sebagai karaeng Balocci yang selalu membangkang terhadap Pemerintah Belanda dan akhirnya dibuang ke Selayar [2]. Penggantinya adalah saudaranya sendiri, Daeng Pabeta.
Karaeng Tinggia sendiri memerintah sebelum tahun 1881. Karaeng ini digantikan oleh menantunya, Karaeng Pattoddo, oleh karena Karaeng Tinggia ini tidak mempunyai putera, hanya mempunyai anak dua orang puteri, yaitu Karaeng Tompobalang dan Karaeng Basse Donggo. Puteri pertama, Karaeng Tompobalang inilah yang dikawinkan dengan Karaeng Pattoddo (Karaeng Balocci X), yang memerintah selama 30 tahun, dari tahun 1881 – 1911 yang mana pada periode kekuasaannya masih berjalan pemerintahan Bila – Bila Pitue dan Lebbo TengngaE (Camba).
Di masa pemerintahan Karaeng Pattoddo, dia sempat melaporkan Controleur (Petero Pangkajene) karena menebang dan mengambil 40 Pohon Cendana di wilayah Tonasa (Kawasan situs prasejarah Sumpangbita sekarang). Karaeng Pattoddo mengajukan gugatan ke pengadilan dan akhirnya Petero tersebut divonis mengganti kerugian sebesar 1 (satu) ringgit perak per satu pohon. Tiada berselang lama dengan peristiwa terbunuhnya Petero Camba yang berujung pada pembubaran pemerintahan di Camba dan wilayahnya digabungkan dengan Onderafdeeling Maros, termasuk Balocci. Selama kurang lebih 2 (dua) tahun, karena faktor pertimbangan wilayah, Balocci kemudian digabung dengan Onderafdeeling pangkajene.
Karena Controleur Pangkajene masih ada dendam terhadap Karaeng Pattoddo akibat peristiwa ganti rugi penebangan Pohon Cendana di Balocci maka Petero Pangkajene ini mengupayakan agar Karaeng Pattoddo secepatnya diganti yang mana penggantinya diangkat bukan dari keturunannya. Pemerintah Hindia Belanda kemudian memilih dan mengangkat Karaeng Balocci dari kalangan kepala – kepala kampung / gallarang yang dinilai memiliki pengaruh dan kelebihan kepemimpinan dibanding dari yang lainnya, dan akhirnya terpilihlah Gallarang Tondongkura, H A Kadir Dg Matteppo sebagai Karaeng Balocci XI.
Peralihan kekuasaan kekaraengan Balocci dari Karaeng Pattoddo kepada HA Kadir Dg Matteppo ditandai pula peralihan pengendalian pemerintahan kekaraengan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Terhitung mulai Tahun 1916, Balocci dimasukkan sebagai salah satu dari lima district adatgemeenschap (kekaraengan) dalam wilayah Onderafdeeling Pangkajene, yaitu Pangkajene, Balocci, Labakkang, Ma’rang dan Segeri. Hal ini didasarkan pada Recht-gemeenschapen (peraturan – peraturan hukum) Onderafdeeling Pangkajene sebagaimana termuat dalam Staatsblad (lembaran negara) No 352 Tahun 1916.
Pada masa pemerintahan Karaeng Balocci XI, H. A. Kadir Dg Matteppo, mengalami banyak gangguan terhadap pemerintahannya yang dilakukan oleh pengikut dan keluarga dari Karaeng Patoddo, namun berkat kelihaian dan strategi kawin mawin yang dijalankannya akhirnya lambat laun gangguan pemerintahan itu berkurang sampai akhirnya reda dengan sendirinya [3]. Karaeng H A Kadir Dg Mattepo akhirnya dapat memerintah dengan tenang selama 26 tahun, yaitu dari tahun 1911 – 1937. Beliau ini digantikan oleh puteranya dari isteri pertamanya, yaitu H A Rahim Dg Masalle sebagai Karaeng Balocci XII [4].
Periode pemerintahan H A Rahim Dg Masalle merupakan pemerintahan kekaraengan Balocci yang terakhir. Beliau ini memerintah selama 25 tahun, yaitu dari tahun 1937 – 1962. Situasi pemerintahannya mengalami beberapa masa yaitu masa penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, masa datangnya pasukan sekutu / NICA , masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, dan masa pemberontakan Kahar Muzakkar (hingga Desember 1951) [5].
Setelah masa kekacauan yang ditimbulkan oleh gerakan DI / TII Pimpinan Kahar Musakkar dapat dipulihkan, maka timbul pula gerakan – gerakan lain yang meronrong pemerintahan kekaraengan Balocci yang dipimpin oleh M Yunus Dg Pasanrang. Namun kekacauan tersebut berakhir dengan sendirinya setelah turunnya restu HA. Mallarangeng Daeng Matutu [6] terhadap M Yunus Dg Pasanrang sebagai Kepala Distrik Balocci, yang selanjutnya menjadi Kepala Wilayah Kecamatan Balocci (Periode 1962 – 1965).
Catatan Kaki :
[1] Controleur Camba ketika itu membawahi tujuh wilayah adatgemeenschap / kekaraengan, yaitu Cenrana, Camba, Laiyya, Mallawa, Balocci, Gattareng Matinggi dan Wanua Waru. (Wawancara penulis dengan H Andi Muin Dg Mangati)
[2] Menurut H Andi Muin Dg Mangati, Salah satu ‘kenakalan’ Karaeng Ammoterang Dg Pabali adalah tindakannya yang menyuruh pengikutnya untuk mencuri ternak – ternak Belanda kemudian dipenggal kepalanya, dan kepala – kepala ternak Belanda itu ditanam dibawah kolong rumahnya. Akibat tindakannya tersebut memicu kemarahan Belanda karena merasa dipermalukan, mendapati ternaknya mati tanpa kepala di kandangnya. (Wawancara dengan Penulis).
[3] Strategi kawin mawin yang dijalankannya ialah dengan mengawinkan anak / keturunan H. A. Kadir Dg Patteppo dengan anak / keturunan Karaeng Pattoddo. Akibatnya keluarga / pengikut Karaeng Pattoddo merasa bahwa tidak perlu ada lagi yang dikhawatirkan karena penerus kekaraengan tetap masih dalam keturunannya. (Wawancara penulis dengan H Andi Muin Dg Mangati, 2007).
[4] Karaeng Balocci XI, H.A. Kadir Dg Patteppo memiliki 10 anak dari dua orang isteri. Dari isteri pertamanya, Puang Moncong lahir anak tunggal, yaitu H.A. Rahim Dg Masalle yang kemudian diangkat sebagai Karaeng Balocci XII menggantikan ayahnya. Dari isteri keduanya, A. Abeng Dg Manutte lahir 9 orang anak, yaitu Puang Lae, Puang Minya’, Puang Sau’, Puang Taba, Puang Sohra, Puang Massang, Puang Ngasina, Puang Sompa, dan Puang Ngerang. (Wawancara penulis dengan H Andi Muin Dg Mangati, 2007).
[5] Pada masa yang terakhir ini, pemerintahan Distrik adatgemeenschap Balocci sempat dipindahkan ke Pangkajene disebabkan kompi dari Batalyon 427 ditarik kembali ke Pangkajene untuk menghadapi pasukan Kahar Musakkar, malahan beredar informasi bahwa pasukan Kahar Musakkar akan menyerang Pos TNI di Balocci. Pada tahun 1954 kembali Kekaraengan adatgemeenschap Balocci dipusatkan kembali di Balocci karena Batalyon 514 berhasil merebut daerah itu dari tangan pasukan Kahar Musakkar. Kesatuan silih berganti dari kesatuan Brawijaya dan pada Tahun 1958 kesatuan Batalyon 715 mengambil alih pengamanan di Balocci. Pada pertengahan 1959, Pos TNI di Balocci diserang secara besar – besaran dengan dipimpin langsung oleh Kahar Musakkar. Ratusan korban yang jatuh di kedua belah pihak. Banyak rakyat Balocci digiring masuk hutan, namun pada akhirnya Batalyon 715 dapat membebaskannya. (Informasi ini sebagaimana yang dituturkan H Andi Muin Dg Mangati kepada penulis, 2007).
[6] H. A. Mallaraengeng Dg Matutu adalah Kepala Daerah / Bupati Pangkep yang pertama (1960 – 1966).
Sumber :
Makkulau, M. Farid W. 2008. Sejarah Kekaraengan di Pangkep. Penerbit Pemkab Pangkep bekerjasama dengan Pustaka Refleksi : Makassar. ISBN. 979967321-6. (Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang).