Rumah Adat Karaeng Labakkang (foto : farid)
Catatan Kaki :
[1] Lihat : Majalah Bingkisan No. 7 Tahun II Terbitan Mei 1969, yang diterbitkan oleh Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Tenggara
[2] Nama lengkap Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI ialah, I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, Sultan Hasanuddin.
Sumber :
Makkulau, M. Farid W. 2008. Sejarah Kekaraengan di Pangkep. Penerbit Pemkab Pangkep bekerjasama dengan Pustaka Refleksi : Makassar. ISBN. 979967321-6. (Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang).
LABAKKANG Dewasa Ini merupakan salah satu kecamatan dalam lingkup Kabupaten Pangkep. Pada masa pemerintahan kekaraengan, Labakkang merupakan salah satu wilayah adatgemeenschap dalam wilayah Onderafdeeling Pangkajene, selain Pangkajene, Bungoro, Balocci, Ma’rang, Segeri dan Mandalle. (Benny Syamsuddin : 1989). Kecamatan Labakkang ini, menurut Andi Bahoeroe Karaeng Gaoe, (Karaeng Labakkang terakhir) adalah bekas tanah kerajaan pada Tahun 937 sampai 1378 dimana rajanya bergelar Somba atau Sombayya. (Nyonri, Disbudpar Pangkep, 2007 : 3).
Kata “Labakkang” (Bahasa Makassar) secara harfiah berasal dari kata ”Labba” yang artinya luas atau lebar. Dalam terminologi bahasa Makassar, aklaba berarti melebarkan. Bisa juga diartikan pelesir atau istirahat. Jadi, arti kata Labakkang yang sesungguhnya ialah suatu tempat yang biasa digunakan untuk istirahat (tempat melepas lelah) ; tempat persinggahan ; atau tempat rekreasi. Dugaan penulis, penamaan ini mengacu kepada luasnya bentangan wilayah pesisir dari ujung utara sampai ke ujung selatan sepanjang pantai baratnya, disamping karena daerah ini banyak dikunjungi pada pendatang dari luar daerah yang akhirnya menetap dan berketurunan disitu.
Sementara Andi Bahoeroe Karaeng Gaoe, Karaeng Labakkang ke 22 ini mengungkapkan bahwa kata ” Labakkang ” (Bahasa Makassar) berasal dari kata ” A’labba ” yang berarti lebar dan ” A’gang ” yang berarti berteman atau bersatu. Kedua kata ini, menurutnya mengacu kepada Kondisi wilayah Labakkang yang luas / lebar serta karakter masyarakat Labakkang yang suka berteman. Hal ini mendapatkan konfirmasi di lapangan bahwa masyarakat Kecamatan Labakkang dihuni oleh dua etnis mayoritas, yakni etnis Bugis pada bagian timurnya dan etnis Makassar pada bagian baratnya (Nyonri, Disbudpar Pangkep, 2007 : 6).
Kenyataan ini menurut Andi Bahoeroe Karaeng Gaoe (Karaeng Loloa) karena pada waktu itu Somba Labakkang meminta bantuan orang – orang dari Bone dan Soppeng untuk membuka hutan dan lahan pertanian untuk bercocok tanam pada bagian timur Labakkang sehingga pendatang Bugis tersebut akhirnya menetap disitu secara turun temurun. Begitu pula halnya dengan kedatangan Orang – orang dari Gowa dan Galesong ke Labakkang bagian barat untuk menetap, membuka hutan dan bercocok tanam dengan persetujuan Somba Labakkang. Pada waktu itu Labakkang sangat terkenal dengan potensi hasil pertaniannya sehingga daerah ini banyak didatangi oleh orang – orang Bugis dan Makassar dari berbagai daerah. Kedua etnis ini hidup rukun dan damai. (Nyonri, Disbudpar Pangkep, 2007 : 6).
Dari sejumlah kerajaan yang pernah ada di Sulawesi Selatan, hanya tiga kerajaan yang diketahui rajanya bergelar “sombaya” yang berarti raja yang disembah, yaitu hanya Kerajaan Gowa, Kerajaan Bantaeng dan Kerajaan Labakkang. Sampai kira – kira Tahun 1653 Masehi, Kerajaan Labakkang bernama Kerajaan Lombasang. Perubahan nama dari Lombasang menjadi Labakkang menurut Sejarawan Daerah, (alm) Abdur Razak Daeng Patunru adalah atas perintah Sultan Hasanuddin setelah naik takhta dalam tahun 1653 sebagai Raja Gowa ke XVI [1]. Abdur Razak Daeng Patunru dalam tulisannya tersebut tidak menyebutkan alasan Sultan Hasanuddin sehingga merubah nama Lombasang menjadi Labakkang. Diduga perubahan itu didasari atas kesamaan nama Lombasang dengan nama kecil Sultan Hasanuddin, I Mallombasi [2].
Kata “Labakkang” (Bahasa Makassar) secara harfiah berasal dari kata ”Labba” yang artinya luas atau lebar. Dalam terminologi bahasa Makassar, aklaba berarti melebarkan. Bisa juga diartikan pelesir atau istirahat. Jadi, arti kata Labakkang yang sesungguhnya ialah suatu tempat yang biasa digunakan untuk istirahat (tempat melepas lelah) ; tempat persinggahan ; atau tempat rekreasi. Dugaan penulis, penamaan ini mengacu kepada luasnya bentangan wilayah pesisir dari ujung utara sampai ke ujung selatan sepanjang pantai baratnya, disamping karena daerah ini banyak dikunjungi pada pendatang dari luar daerah yang akhirnya menetap dan berketurunan disitu.
Sementara Andi Bahoeroe Karaeng Gaoe, Karaeng Labakkang ke 22 ini mengungkapkan bahwa kata ” Labakkang ” (Bahasa Makassar) berasal dari kata ” A’labba ” yang berarti lebar dan ” A’gang ” yang berarti berteman atau bersatu. Kedua kata ini, menurutnya mengacu kepada Kondisi wilayah Labakkang yang luas / lebar serta karakter masyarakat Labakkang yang suka berteman. Hal ini mendapatkan konfirmasi di lapangan bahwa masyarakat Kecamatan Labakkang dihuni oleh dua etnis mayoritas, yakni etnis Bugis pada bagian timurnya dan etnis Makassar pada bagian baratnya (Nyonri, Disbudpar Pangkep, 2007 : 6).
Kenyataan ini menurut Andi Bahoeroe Karaeng Gaoe (Karaeng Loloa) karena pada waktu itu Somba Labakkang meminta bantuan orang – orang dari Bone dan Soppeng untuk membuka hutan dan lahan pertanian untuk bercocok tanam pada bagian timur Labakkang sehingga pendatang Bugis tersebut akhirnya menetap disitu secara turun temurun. Begitu pula halnya dengan kedatangan Orang – orang dari Gowa dan Galesong ke Labakkang bagian barat untuk menetap, membuka hutan dan bercocok tanam dengan persetujuan Somba Labakkang. Pada waktu itu Labakkang sangat terkenal dengan potensi hasil pertaniannya sehingga daerah ini banyak didatangi oleh orang – orang Bugis dan Makassar dari berbagai daerah. Kedua etnis ini hidup rukun dan damai. (Nyonri, Disbudpar Pangkep, 2007 : 6).
Dari sejumlah kerajaan yang pernah ada di Sulawesi Selatan, hanya tiga kerajaan yang diketahui rajanya bergelar “sombaya” yang berarti raja yang disembah, yaitu hanya Kerajaan Gowa, Kerajaan Bantaeng dan Kerajaan Labakkang. Sampai kira – kira Tahun 1653 Masehi, Kerajaan Labakkang bernama Kerajaan Lombasang. Perubahan nama dari Lombasang menjadi Labakkang menurut Sejarawan Daerah, (alm) Abdur Razak Daeng Patunru adalah atas perintah Sultan Hasanuddin setelah naik takhta dalam tahun 1653 sebagai Raja Gowa ke XVI [1]. Abdur Razak Daeng Patunru dalam tulisannya tersebut tidak menyebutkan alasan Sultan Hasanuddin sehingga merubah nama Lombasang menjadi Labakkang. Diduga perubahan itu didasari atas kesamaan nama Lombasang dengan nama kecil Sultan Hasanuddin, I Mallombasi [2].
Catatan Kaki :
[1] Lihat : Majalah Bingkisan No. 7 Tahun II Terbitan Mei 1969, yang diterbitkan oleh Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Tenggara
[2] Nama lengkap Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI ialah, I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape, Sultan Hasanuddin.
Sumber :
Makkulau, M. Farid W. 2008. Sejarah Kekaraengan di Pangkep. Penerbit Pemkab Pangkep bekerjasama dengan Pustaka Refleksi : Makassar. ISBN. 979967321-6. (Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang).