SEJARAH Daerah Pangkep tidak bisa dipisahkan dari sejarah daerah – daerah lainnya di Sulawesi Selatan karena saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Dalam Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia (R.M. Ali, 1963 dalam Mattulada, 1982:144), memajukan babakan waktu Sejarah Indonesia yang dapat digunakan untuk menentukan waktu dan tempat Sulawesi Selatan dalam penyejarahannya, yaitu :
I. ……. – 132 M : Zaman Pra - Sejarah, meliputi : Paleothicum, Mesolithicum, Neolithicum sebagai masa persemaian benih kebudayaan di Indonesia.
II. 132 - + 400 : Proto Sejarah, masa perkembangan kehidupan persekutuan adat sebagai dasar kehidupan kenegaraan.
III. 400 – 1511 : Masa timbul tenggelamnya kerajaan – kerajaan, dalam perebutan kekuasaan tunggal di laut maupun di darat.
IV. 1511 – 1911 : Pasang surut kekuasaan – kekuasaan di Indonesia, dalam perebutan kekuasaan tunggal antar Indonesia dan antar Indonesia dengan bangsa lain, yaitu perebutan kekuasaan Indonesia sendiri dan antara mereka dengan bangsa asing, seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis.
V. 1911–17/8/1945: Masa perjuangan kemerdekaan, dalam bentuk politik Hindia Belanda untuk menegakkan Kemerdekaan Indonesia.
VI. 17/8/1945 dst : Masa Pembangunan, Masa perjuangan mewujudkan kehidupan kebangsaan yang adil dan sejahtera.
Prof Dr H Mattulada mengakui bahwa sampai Abad XII, masih dianggap periode kelam atau masa gelap dalam Sejarah Sulawesi Selatan. Nanti pada Abad XIII, muncul Kitab NegaraKertagama karangan Mpu Prapanca (1364) pada jaman Gajah Mada sebagai Mahapatih Kerajaan Majapahit di Jawa. Didalam kitab tersebut, ditemukan perkataan “Makassar”, yang disebutkan sebagai salah satu daerah dan beberapa daerah Sulawesi Selatan lainnya yang menjadi daerah taklukan Majapahit. Berikut kutipan NegaraKertagama itu : “………muwah tanah i Bantayan pramuka len luwuk tentang Udamakatrayadhi nikanang sanusaspupulIkangsakasanusa Makassar Butun BanggawaiKuni Craliyao mwangi (ng) Selaya Sumba Soto Muar………”Maksudnya ialah seluruh Sulawesi Selatan menjadi daerah ke VI taklukan Kerajaan Majapahit, yaitu Bantayan (Bantaeng), Luwuk (Luwu), Udamakatraya (Talaud), Makassar (Makassar), Butun (Buton), Banggawai (Banggai), Kunir (P. Kunyit), Selaya (Selayar), Solot (Solor), dan seterusnya. Mas’ud [1] (Mas'ud, 1977) melihat sejumlah faktor yang menjadi sebab belum terungkapnya masa gelap sejarah tersebut, yaitu :
(1) Pengaruh kebudayaan dan Agama Hindu yang masih sangat kurang terungkap.
(2) Belum didapatkan suatu tradisi menulis terhadap suatu peristiwa sejarah diatas batu berupa batu tertulis dan prasasti.
(3) Belum terdapatnya sebuah kepingan batu atau pecahan batu dari sebuah bangunan dan patung yang dapat memberikan petunjuk tentang agama, hubungan dengan raja yang memerintah, serta tanda - tanda yang dapat dihubungkan dengan kemungkinan adanya suatu kerajaan.
(4) Belum terungkapnya catatan atau Kronik Cina, India tentang Sulawesi Selatan, misalnya dalam naskah Ramayana dan Mahabharata, serta catatan dari pelayaran yang menyebut daerah ini pada masa lalu lintas perdagangan jaman Ptolemeus.
(5) Belum adanya usaha positif dan maksimal dalam menyusun dan menginventarisasikan penemuan dan penulisan orang-orang China tentang Sulawesi Selatan, secara kronologis di daerah ini.
(6) Belum terungkapnya cerita yang mungkin terdapat di dalam Babad Jawa, Babad Bali, Babad Sunda, dan Babad Sumatera, tentang hubungan daerah-daerah ini dengan Sulawesi Selatan pada masa silam (Fadillah, et.al, 2001).
Sejumlah faktor ini pulalah yang menjadi sebab mengapa Kerajaan Siang Kuna menjadi tidak begitu dikenal --- Siang diperkirakan mengalami "masa keemasan" sekitar abad XV – XVI --- sedangkan masyarakat Bugis Makassar nanti mengenal tradisi tulis "lontarak" di abad XVII. Siang hanya sedikit dikenal dan hanya sedikit yang baru bisa diungkap lewat penelitian arkeologi di bekas pusat wilayah pemerintahan dan pelabuhan Siang (Situs Sengkae, Bori Appaka) [2]. Pada Periode Sejarah, (Mas’ud, 1997) melihat periode ini terdiri atas tiga fase, yaitu : (1) Abad X - XV M. Pada fase ini sudah mulai tercatat sejumlah kerajaan di Sulawesi Selatan, Seperti : Siang, Luwu, Gowa, Soppeng, Wajo Bone, Balanipa, serta berkembangnya mitos Tu-manurung yang muncul di masing-masing kerajaan, dan kesemuanya terdapat dalam lontarak. (2) Abad XV - XIX M. Pada masa ini daerah Sulawesi Selatan mulai kontak dengan orang Erofah serta datang dan berkembangnya agama Islam. Perang antar kerajaan lokal, perang dengan Belanda dalam perebutan hegemoni politik dan ekonomi ; (3) Abad XIX - Abad Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan dan Masa Pembangunan. Dengan merujuk kepada gambaran periodisasi Sejarah Sulawesi Selatan (Mas’ud, 1977), maka periodisasi Sejarah Pangkep dapat dimulai pada periode sejarah, karena pada periode inilah lebih ditemukan beberapa sumber dan informasi sejarah. Untuk periode belakangan, dapat dikatakan periode gelap dan kelam dalam sejarah, bukan hanya sejarah Pangkep, tetapi Sejarah Sulawesi Selatan secara umum sebagaimana diungkapkan Prof Dr Mattulada. Periodisasi Sejarah Daerah Pangkep : Pertama, Abad X – XV. Pada masa ini digambarkan awal sejarah dan kelahiran Siang, pertumbuhan sampai masa kejayaan Siang. Juga dijelaskan entitas politik, ekonomi dan hubungan perniagaan dengan daerah-daerah lainnya. Dalam kesejajarannya pada historiografi lokal, teks – teks Portugis berkenaan dengan pesisir barat dari utara ke selatan dan tapak arkeologi, memberi kita realitas sosial dan budaya Sulawesi Selatan antara 1545-1609 ; sebuah pandangan cukup rinci dan koheren. Sayangnya informasi paling signifikan dari kesaksian-kesaksian Portugis itu mengacu pada periode belakangan, yang dikatakan Pelras (1981 : 174) mempunyai koherensi dengan teks Bugis Makassar dan memberi presisi sejak awal Abad XVI, sementara masa – masa sebelumnya seperti yang diperkenalkan wiracarita I La Galigo dengan asal-usul pengasas dinasti semi-keinderaan dan legenda-legenda kerajaan belum dapat mengisi Abad XIV dan XV. Demikian pula Negarakertagama, teks Jawa kuna itu sudah menyebut beberapa tuponim agaknya bertetangga dekat : Bantayan (Bantaeng), Salaya (Selayar), dan Mengkasar (Makassar), namun belum membantu banyak dan Sumber Cinapun absen pada periode ini. (Fadhillah et. al, 2000). Kedua, Abad XVI – XIX. Pada periode ini Siang sudah mengalami kejatuhan politik dan penurunan pengaruh. sebagai vasal (palili) Kerajaan Gowa. Siang dalam kemelut sejarah, berada dalam rotasi kusut dominasi Gowa dan superioritas kekuatan Bone-Belanda. Pada periode inilah lambat laun nama Siang akhirnya benar-benar tenggelam dalam pentas sejarah. Periode selanjutnya yang mendominasi hanyalah kerajaan kembar Gowa - Tallo (Kerajaan Makassar), Kerajaan Bone dan Kerajaan Luwu. Ketiga, Abad XIX – Revolusi Fisik dan Masa Pembangunan. Pada masa ini Kerajaan kecil atau unit teritori politik, seperti Pangkajene, Bungoro, Labakkang, Marang, Segeri dan Mandalle bangkit melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Pada periode ini muncul tokoh-tokoh pergerakan dengan basis dan gerakan perjuangan yang rapi, yang berani mengangkat senjata merebut dan mempertahankan kemerdekaan itu hampir merata di semua wilayah adatgemenschap. Tokoh pergerakan seperti A. Mappe, La Sameggu Dg Kalaebbu, Andi Maruddani Karaeng Bonto-Bonto, dan lain sebagainya hanyalah sebagian kecil dari tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan dari Pangkep. (Makkulau, 2005)
Catatan Kaki :
[1] Seperti halnya Mattulada (1982), Mas’ud (1997) juga mengakui, bahwa masa antara Abad I - Abad X merupakan masa gelap bagi sejarah Sulawesi selatan. Kondisi yang ada di Sulawesi Selatan pada masa tersebut hingga kini belum terungkap sama sekali. Hal ini jika dibandingkan dengan daerah lain, maka terasa terdapat banyak kekurangan sumber sejarah tentang Sulawesi Selatan. Tidak seperti Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Sanjaya, dan lain sebagainya yang meninggalkan banyak peninggalan purbakala.
[2] Lihat : Fadillah, et. al, Kerajaan Siang Kuna – Sumber Tutut, Teks dan Tapak Arkeologi, Balai Arkeologi Makassar – UNHAS, Makassar : 2001. Kehadiran Informasi Antonio de Payva yang pernah berkunjung ke Siang antara tahun 1542 dan 1548 justru pada saat Siang sedang menurun pengaruhnya sampai kemudian akhirnya dijadikan palili / kerajaan bawahan oleh Gowa sejak masa pemerintahan Karaeng Tumapakrisika Kallonna. (Andaya, 1981 dan 2004, dalam Fadillah et.al, 2001).
Sumber :
Makkulau, M. Farid W. 2007. Sejarah dan Kebudayaan Pangkep. Penerbit Kantor Informasi dan Komunikasi Pemkab Pangkep.